Selasa, 11 April 2017

Fase baru

Rasanya, mengucap hamdalah aja ngga cukup buat mengekspresikan betapa bersyukurnya menjadi Himma, dalam versi terbarunya.
Terimakasih ya Allah, dengan segala skenarioMu, aku dapat belajar memperbaiki diri. Menjadi versi terbaik dari diriku sendiri. Memang tidak pernah menjadi mudah urusan jalan kebaikan. Tapi Allah ngga pernah salah, menakar ujian kemudahan cara dan hikmahnya. Karena menjadi baik adalah sebuah pencapaian, maka usaha adalah media, dan doa adalah kunci yang akan mengetuk pintu pintu langit. Mereaksikan antara usaha dan doa untuk menjadikan hasil yang baik. Haha opo iki.

Hari ini, tepat di hari kedua aku mulai menghidupi hidupku di fase yang baru. Terlalu banyak kisah, terlalu banyak gejolak, air mata, tawa, dan doa. Doa yang ngga pernah berhenti mengalir. Bahkan disaat matanya terpejam, namaku masih disebut, doanya mengetuk pintu pintu langit. Aku percaya, setiap katanya adalah doa, setiap doanya adalah kunci, yang akan mengetuk pintu pintu langit lebih sering. Setelah segala kesalahan yang pernah aku lalui di hari kemarin, janji saya adalah menjadi ridho. Atas apapun keputusan umi. Umi, orang yang pertama dan seterusnya mengetuk pintu pintu langit untukku. Untuk mengabulkan setiap pintaku. Bahkan tanpa aku memintanya mengetuk pintu langit. Hanya lewat ocehan penuh kemarahan, obrolan penuh keluhan, beliau mendengarkan. Bertanya. Menasihati. Diam. Kemudian ia mulai merayu Allah, dengan ketukan pintu pintu langit yang ngga pernah berhenti. Hahhh :") dan Allah tidak pernah ingkar. Aku terlalu bersyukur punya umi. Doanya luar biasa, entah bagaimana cara umi merayu Allah. Sampai Allah memberikan segalanya untukku.

Janji saya adalah untuk ridho atas semua keputusan umi. Dalam hal apapun. Saya berada di FKG karena umi ridho. Saya menunggu jodoh sesuai ridho umi. Maaf, jika alasan penolakan itu terlalu kuat. Karena janji saya, yg membuat saya tidak mengistikhorohkan ketika umi sudah berkata tidak. Ketahuilah, surga saya, ada dibawah kaki umi saya. Dan pintu pintu langit, akan sering ia ketuk, tanpa aku minta.

Dan di fase baru ini, aku mengusahakan yg terbaik untuk diriku. Menjadi sebaik baik diriku. Menjadi sebaik baik anak. Menjadi sebaik baik calon dokter gigi. Menjadi sebaik baik kawan. Dan menjadi sebaik baik hamba, pada khususnya.

Karena setiap orang akan melewati semua fase manis pahit kelam cerah dalam hidupnya. Allah, yang menuntun saya untuk memasuki setiap fase fase berikutnya. Izinkan saya untuk melangitkan syukur atas kehadiran umi dan orang orang yg selalu membuat saya bersyukur menjadi Himma, dengan sebaik baik himma.

Terimakasih,
Wasalam

Rabu, 04 Januari 2017

Menyapa ruang

Assalamualaikum blog.
Selamat malam, its been a year. Hehe masih inget kok aku punya kamu. Tempat segala kealayan berubah ketenangan. Ehe

Sedang tidak mood bercerita. I just wanna say that im too happy to be me. Terimakasih untuk segala kebahagiaannya. 2016, terbaik. Terus begitu, tetap seperti itu, kamu. 😗


Salam sayang,
Himma
#2017berevolusi

Aku pernah mengagumi seseorang.

Mungkin dirinya tahu bahwa aku sungguh mengaguminya, meski tanpa sedikitpun aku berucap padanya bahwa aku mengaguminya.


Segalanya terlihat begitu memesona.

Segalanya terlihat sungguh luar biasa.

Segalanya terlihat menakjubkan.

Bahkan aku bingung hendak seperti apa aku mendeskripsikan pandanganku atas dirinya.



Segala ucapnya nasihat.

Segala lakunya manfaat.

Segala pikirnya dahsyat.



Entahlah, aku pernah teramat sangat mengaguminya.

Menanti datangnya waktu berjumpa dengannya lagi.

Menanti dapat bertukar pikiran dengannya.

Menanti mendengar nasihat-nasihatnya.



Namun Allah menegaskan bahwa aku tak bisa mengagumi seseorang melebihi UtusanNya.

Ia timpakan padaku pedihnya rasa kecewa berharap kepada selainNya.

Hanya ingin menunjukkan bahwa tiada harap yang tak mengecewakan, kecuali berharap padaNya.



Lagi, aku mulai tersadar bahwasannya kami sama.

Sama-sama manusia yang memakan nasi.

Sama-sama manusia yang menghirup oksigen.

Sama-sama manusia yang sedang belajar.

Meski aku belajar banyak darinya tanpa ia ketahui.

Atau mungkin dirinya pun belajar padaku.

Entah apa yang bisa ia pelajari dariku.

Mungkin sesimpel menjadi orang cuek dan apa adanya? hmm



Kini aku menjadi sibuk.

Memendam rinduku pada seseorang yang pernah kukagumi.

Serindu itu.

Belum lama aku sibuk memendam kecewaku padamu.

Tak butuh waktu lama.
Karena jarak nyatanya mampu memperbaiki segalanya.

Meski lebih banyak waktu kubuat untuk menjadi tak peduli lagi padamu.

Karena jarak, lagi dan lagi.



Aku merindukanmu, seakan telah lama sekali mengenalmu.
Padahal tidak seperti itu.

Mungkin, kesan yang kau beri padaku lah yang melekat lama.

Sehingga rindu ini menjadi tak terkendali.



Hendak lewat mana aku sampaikan padamu perihal rinduku?

Ah, aku masih memiliki sajadah.

Kembali menengadah dikala sunyi, nyatanya mampu meredam rindu ini perlahan.

Hingga waktu yang akan mengantarmu pulang.

Meski entah kapan.



Sudahlah, berhenti mengagumi seseorang secara berlebihan.

Karena kita sama-sama manusia.

Karena ketika hati ini kecewa, mungkin justru akibat kekaguman yang berlebihan ini.

Akulah yang harus mengontrol rasa di hati ini agar tetap pada kadarnya.

Sampai waktunya tiba kamu kembali.

Tersenyum lagi padaku.

Tertawa lagi untukku.



Tetaplah begitu Kak.

Kamu istimewa apa adanya kamu.

Jangan hiraukan kecewaku.

Aku bisa mengatasinya.

Percayalah.

Kamu bintang yang hadir menerangi gelap malamku.

Kamu langit yang selalu meneduhkan hatiku.

Kamu laut yang menenangkan pikiranku.



Semoga harimu menyenangkan, Kak.

Salam rindu dari adikmu.

Salam rindu dari pengagum rahasiamu.

Tetaplah begitu.

Kamu.




-Himma-