Rabu, 25 Mei 2016

Menyapa Ruang Lama

Kembali menyapa ruang lama.

Apa kabar blog, maaf telah lama melewatkanmu.
Akibat asik dengan dunia baru sepertinya. Namun, aku, penikmat sekecil-kecil momen, perindu setiap potongan kisah, dan pecinta nostalgia. Tak jarang memang aku merindukan banyak momen dalam satu waktu kerandoman yang datang tiba-tiba. Tapi rasanya aku menikmatinya. Sebab, merindu potongan-potongan kisah lama membawaku pada seulas senyum dan setetes dua tetes air mata yang mungkin hanya aku yang dapat mengartikannya. Inilah, perempuan melow yang selalu menikmati momen merindu dalam kesendirian, ditiap malam, dikala sunyi, bahkan disaat sendiri.

Blog, setelah sekian lama aku tak menyapamu, apakah kiranya kau merindukanku? Atau menanti suatu perubahan baik dari diriku? Atau menunggu cerita yang sedikit berbobot ketimbang sebelumnya? Haha jangan terlalu berharap blog. Aku, tetap lah aku, meski setiap waktunya aku menguras seluruh tenaga untuk memoles ini dan itu. Tapi lagi-lagi, aku hanya berusaha, Dia yang menentukan. :)

Ditengah kesibukanku revisi sana sini, sembari menghitung mundur deadline submit proposal, aku justru asik menghibur diri. Kusempatkan setiap harinya membaca buku yang baru kubeli di setiap malamnya. Untunglah aku memilih buku yang tepat menjadi pengisi waktu sekaligus penyemangat dikala genting. Manusia namanya jika lupa harus diingatkan, jika salah harus diluruskan dan jika malas harus dibangkitkan. Sekiranya itu, pemicu yang membuatku memilih buku Salim A Fillah sebagai teman setiap akan memulai merevisi kerja-kerja duniawiku. Juga…..karena aku tahu kurangnya diri, maka kuasah dengan perlahan, mulai dari belajar untuk banyak tau, kemudian berlatih supaya terbiasa.

Buku kujadikan pegangan sembari perpedoman, dalam buku itu tak sedikit ayat Al Qur’an diselipkan, membantuku untuk bertadabur dikala mushaf tak sanggup kubaca seluruhnya (sekarang). Lantas berlatih. Pertama, aku merefleksi apa yang kurang, lantas kuasah sedikit demi sedikit agar tak setumpul kemarin. Iya, keberanian salah satunya. Aku, semua teman-teman yang menegenal dekat denganku tahu bahwasannnya aku tak bisa sendiri dan tak suka sendiri. Kemana-kemana, ikut apa-apa ya selalu ngikut orang. Setelah backpacker an sama Upay ke Bandung dan Jatinangor, perjalanan lah yang mengajarkanku untuk keluar dari zona nyamanku. Mau sampai kapan hidup menjadi buntut orang lain. Karena pada akhirnya aku akan berada di alam kubur sendiri, juga dihisab sendiri. Oleh sebab itu aku mulai melatih diriku siap sendiri.

Misal, aku mendaftarkan diri menjadi pengajar intensif SBM di BTA. Awalnya karena tertarik besaran rupiah yang ditawarkan, kemudian karena beberapa teman turut mengikutinya, semakin semangatlah. Ketika tau ternyata waktu mengajar tak selalu bersamaan dengan teman sekampus, mengharuskanku beranis sendiri, lantas ber-sksd dengan pengajar-pengajar senior yang pasti sudah lebih lama di BTA. Hingga akhirnya aku terbiasa, mengajar sendiri, di tempat baru, bertemu orang-orang baru, menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, dan berbahagia dengan pilihan baru. Setidaknya aku tahu, kalau sekarang aku bisa sendiri, tanpa orang lain. Kemajuan? Iya, kuapresiasi diri dengan lebih banyak membaca, meluangkan lebih banyak waktu untuk merefleksikan banyak-banyak apa yang kubaca. Lantas, masih dari pengalaman mengajar. Aku, seorang pemalu yang tak suka tampil di depan umum. Berbicara di depan orang banyak. Awalnya aku selalu deg-degan setiap kali mendapat jatah mengajar, takut-takut aku tak diterima lingkungan dan apa yang kucakapkan tak didengarkan. Itulah, yang selama Ini berhasil menahanku dalam kerangkeng malu yang pada akhirnya membiarkanku berlindung dibalik Maluku. Ah ternyata, mengajar, memberikanku kesempatan untuk banyak berbicara di depan banyak orang, menuntut banyak perhatian dan mengambil banyak waktu untuk menjelaskan yang selama ini juga selalu kutahan. Terbiasa memendam jawaban dan cara pikirku sendiri sampai rasanya ingin meledak. Ah kenapa ngga begini!!! Tadi kan dipikiran gue begini!! Jadi salah kan!! Itulah, sebab tak pernah berani menjelaskan, atau hanya sekedar mengungkapkan pendapat yang dimiliki. Karena lewat mengajar, aku mampu mengutarakan pendapatku. Menyampaikan dengan caraku, merasionalkan logikaku, menguraikan pola pikirku. Sudah itu saja. Dalam 1 poin kesempatan banyak hal baru yang kuasah utuk mempertajam yang telah lama tumpul. Meski belum berhasil betul, setidaknya aku memiliki alasan nanti jika diminta berdiri, maju, dan mengutarakan pendapatku, bahwa aku pernah menang melawan keegoisan diri utuk memelihara malu dan memendam nyali. Semoga dengan begitu, kepercayaan akan lebih banyak muncul. Semoga. Ohya, aku juga sedang mendaftar menjadi pengawas SIMAK UI untuk kedua kalinya. Satu lagi bentuk pengasahan yang lama tumpul. Berbekal pengalaman setahun lalu yang membawaku mandiri menjadi seorang pengawas berjaket kuning, yang ketika itu sedang dipuja-puja peserta ujian SIMAK, karena pasti dengan mereka mengikuti SIMAK mereka berharap menjadi bagian dari sijaket kuning. Maka, meski harus sendiri, kuberanikan diri mendaftar. Agar semakin banyak kesempatan yang kuambil untuk mengasah diri. Ah :”) doakan saja.

Karena sejatinya pembelajar terbaik adalah ia yang mampu mengevaluasi dirinya lantas menyatakan aksi sebagai wujud realisasi.

Itu saja kiranya, karena dalam hitungan bulan aku akan melangsungkan sidang skripsi. Dimana aku akan maju, sendiri, menjelaskan dan mengutarakan pendapatku. Maka, kesempatan demi kesempatan ku ambil untuk mempertajam dan mempersiapkan yang dekat. Semoga segalanua lancar. Aamiin

Salam, perempuan penikmat sekecil-kecil momen :)