Sabtu, 20 Agustus 2016

Tidak Untuk Meninggalkan Jejak Buruk

Karena saya sadar saya seorang perempuan, saya seorang calon ibu, seorang calon teladan bagi anak-anak saya. Dan saya, tidak ingin meninggalkan jejak buruk pada anak anak saya, meski itu hanya sebuah kenangan.

Teringat kata2 yg berulang kali menampar2. Ka Avina bilang "bahagia itu pilihan yg bisa dipilih pakai akal". Men! Bahagia itu terlalu mudah. Terlalu diterima akal. Jangan mempersulit diri dan menikmati keruwetan yg sebetulnya ngga perlu diruwetin. Misal, sabtu minggu libur ngga ngelab. Yaudah nikmatin aja dlu. Istirahat. Lha ini malah mikir keras. Capek sendiri. Padahal senin itu madih lusa. Heu Him Him.

Dan kamu, perempuan moody kesayangaaan. Plis atuhlah dikontrol emosinya. Alhamdulillah nih skrg saya mengapresiasi diri sy sendiri. Sy sdh tidak meledak seketika di tong sampah yg seharusnya sy membuang ledakannya. Tp saya meledakkannya sendiri, perlahan. Tapi? Masih, seribet itu. Mencari cara utk menenangkan hati sendiri. Buru2 cari headset sama hp lama buat dengerin murotal. Ya krn memang cm dgn dengerin murotal, emosi sy bisa turun, perlahan. Akhirnya baru sy bisa mikir utk tidak melakukan apapun. Karena, bahagia yg katanya pilihan itu, terlalu mudah diterima akal, Him! (Nasihatin diri sendiri).

Sungguh tidak mudah menasihati diri sendiri. Kadang, saya menikmati waktu2 sendiri, untuk menyepi, berkontemplasi, dan bercengkrama dgn batin saya sendiri. Tujuannya? Utk berulang kali menasihati diri yg jauh lebih sulit dikasih tau kalo mood udah turun. Men, mood jgn diikutin lha. Udah gede :") terus malu sendiri. Tapi, lagi2 alhamdulillah. Sy skrg tidak byk merepotkan org lain utk mendengarkan cerita2 pembenaran hati saya ketika sy emosi. Sy, entah sejak kapan, sy mulai byk memendam. Berpikir sendiri, menasihiti diri sendiri, dan menangis sendiri, dihadapan Allah ku. Oh Allah....

Nak, aku, Himma, calon ibu kalian kelak. Aku bukanlah orang yg cukup baik untuk kalian tiru. Tapi sungguh, aku berupaya besar untuk menjadi sebaik baik orang di sisa waktuku belajar dalam kesendirianku. Agar kelak, kalian menemukanku sebagai sesosok ibu yg siap, kuat lahir dan batin, dan tentu saja layak kalian jadikan teladan.
Nak, aku, Himma, calon ibu kalian kelak. Aku minta maaf atas semua masa laluku, yg mungkin tidak bisa kalian banggakan. Namun lihatlah kini nak, aku mengusahakan masa kiniku dan masa depanku, untuk menjadi layak, menjadi pantas disebut sebagai seorang ibu bagi kalian, anak anakku.


Nak, kalian berhak melihat jejak jejak yg kutinggalkan. Oleh sebab itu, aku akan merapikan jejaknya. Akan aku bersihkan dari segala kerikil yg akan menghalangi kalian melihatku ke belakang. Untuk sekedar mengetahui, betapa membanggakannya ibumu ini.
Nak, kalau suatu hari kalian membaca setiap tulisan2 ibu, ibu pastikan takkan ada yg melukai hatimu. Karena aku, memperbaikinya, untuk menjadikannya layak, dijadikan teladan oleh kalian. Calon anak anakku.

Nak, aku, Himma, calon ibumu kelak. Aku yg sampai detik ini menuliskan tulisan ini untukmu, aku benar2 belum tahu siapa calon ayahmu. Karena aku sudah merubah doa2ku. Tak kusebut barang 1 nama dalam doaku untuk menjadi calon dari ayah kalian. Karena aku sungguh sadar. Setelah berulang kali berharap pada selain Nya, dan aku kecewa, begitu saja. Meskipun pada seseorang yg kulihat banyak kebaikan dalam dirinya. Berharaplah seperlunya pada calon ibu dan ayahmu. Gantngkan harapmu, pada Allah. Kamu tidak akan kecewa nak. Karena kamu sadar, aku, juga calon ayahmu adalah sesosok manusia yg belaja terus memperbaiki jejak jejak kami, untuk kau jelajahi di kemudian hari.

Salam,
Aku,
Himma,
Calon Ibumu.